Jumat, 19 Desember 2014

SEJARAH WBL

Sejarah WBL
WBL di bangun pada tanggal 14 November dan diresmikan oleh Bupati Lamongan H.Masyfuk,S.H. Lokasi tempat wisata ini di Jalan Raya Daendels Desa Paciran Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur.Tempat wisata seluas 17 hektare itu dulunya adalah Pantai Tanjung Kodok.Pantai ini di jadikan Tanjung Kodok oleh 2 investor dari Singapore dan Malang.Meka adalah pendiri Jatim Park I (Batu). Obyek wisata ini dikelola oleh PT Bumi Lamongan Sejati, sebuah perusahaan patungan Pemkab Lamongan dengan PT Bunga Wangsa Sejati.Dari situlah kemudian Pantai Tanjung Kodok menjadi WBL. Dulunya, Pantai Tanjung Kodok sepi pengunjung.Kini, daerah itu berubah menjadi ramai dikunjungi para wisatawan.

I. Kajian Teori
i. Pantai dan Biota
Kawasan wisata ini sepintas memiliki konsep tak jauh beda dengan Pantai Ancol – Jakarta. Bedanya Pantai Ancol adalah warna lautnya yang lebih biru.Sungguh enak dipandang dari pinggir pantai.Biota laut di sana sungguh banyak.Ada ikan teri yang menjadi tangkapan para nelayan di sana, dan batu karang berbentuk katak yang menjadi dasar penamaan Pantai Tanjung Kodok. Pasir pantai yang berbutir halus dan berwarna putih kecoklatan juga bisa digunakan untuk berbagai permainan maupun olahraga pantai.Di sekitar pasir juga banyak ditanam pohon kelapa yang membuat tempat tersebut lebih bernuansa pantai dengan wahana permainan yang tak kalah seru.
ii. Lingkungan Biotik dan Abiotik
Tanjung Kodok mempunyai pemandangan pantai dan laut yang sangat indah dengan aneka batu karang yang mempesona dan menarik. Pada pagi hari kita bisa melihat nelayan yang sedang memancing dan menjaring ikan di tepi laut. Saat senja hari kita dimanjakan dengan indahnya pesona laut pada saat matahari tenggelam.Pada malam hari mungkin akan banyak nelayan pergi melaut mencari ikan.Jenis ikan yang di tangkap para nelayan rata-rata adalah jenis ikan teri.Ikan kecil-kecil yang biasa menjadi teman makan.
iii. Budaya dan Profesi Masyarakat Pesisir
Profesi masyarakat pesisir lebih cenderung menjadi nelayan ketimbang profesi lain.Mereka menggap bahwa profesi nelayan adalah sebagai amanat yang dititipkan secara turun-temurun dari pendahulu mereka. Kebudayaan masyarakat pesisir adalah masih adanya perayaan mempersembahkan sesajen kepada penguasa laut agar diberi limpahan hasil laut, dan merupakan ritual tolak bala (keselamatan).Ritual ini juga bisa diartikan sebagai sebuah upacara pesta laut masyarakat nelayan sebagai perwujudan ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang diberikan-Nya lewat hasil laut yang selama ini didapat. Selain itu, juga dilakukan permohonan agar diberi keselamatan dalam melaut, serta tangkapan hasil laut mereka berlimpah di tahun mendatang.
Sesajen yang diberikan oleh masyarakat antara lain disebut ancak, yang berupa anjungan berbentuk replika perahu yang berisi kepala kerbau, kembang tujuh rupa, buah-buahan, makanan khas, dan lain sebagainya. Sebelum dilepaskan ke laut, ancak diarak terlebih dahulu mengelilingi tempat-tempat yang telah ditentukan sambil diiringi dengan berbagai suguhan seni tradisional, seperti tarling, genjring, bouroq,barongsai, telik sandi, jangkungan, ataupun seni kontemporer (drumband).
II. Metode
i. Tempat: Wisata Bahari Lamongan (WBL)
ii. Waktu : 7.30 – 18.00
iii. Alat dan Bahan: Alat –alat kerajinan tangan, sampah sekitar WBL, dan sampel-sampel.
iv. Cara dan Prosedur:
a. Observasi
• Lingkungan Alam Sekitar WBL
Lingkungan alam di sekitar WBL bersih sekali.Tidak banyak sampah berceceran.Jika ada itu hanya sampah daun yang berguguran. Para pengunjung selalu membuang sampah pada tempatnya.Selain itu,laut di sana tidak tercemar oleh limbah. Kelestarian alam di sana selalu di jaga baik oleh para wisatawan maupun para petugas di sana.
Selain itu, banyak pepohonan rindang yang tumbuh di sekitar sana. Membuat para pengunjung betah berada di sana.Tempat parkir yang luas juga disediakan agar pengunjung tidak perlu jauh-jauh mencari tempat parkir. Di sana juga di sediakan musholla untuk sholat pengunjung yang beragama islam.Ada 2 musholla di sana.Yang satu di tempat parkir,yang satu lagi ada di dekat Anjungan Wali Songo.
• Kegiatan Ekonomi di Sekitar WBL
Di sepanjang pintu masuk WBL banyak kita temukan para penjual.Rata-rata mereka menjual makanan,dan cinderamata.Setelah saya tanya mengapa berjualan di WBL, mereka menjawab bahwa berjualan di WBL lebih laku ketimbang berjualan di tempat lain. Karena di WBL banyak pengunjung yang rata-rata ingin membeli cinderamata sebagai oleh-oleh dan makanan untuk camilan.
• Budaya Masyarakat (Pengunjung, Petugas,dan Masyarakat) di Sekitar WBL
ü Budaya Pengunjung
Budaya pengunjung di sana seperti pengunjung kebanyakan. Mereka bisa menghabiskan banyak uang untuk kepentingan kesenangan. Para pengunjung juga mengunjungi hamper semua tempat meskipun harus berbasah-basah.Mereka juga senang berfoto di areal WBL.Namun, mereka juga menjaga kebersihan WBL.
ü Budaya Petugas
Petugas di sana sangat disiplin.Mereka melayani pengunjung dengan sabar.Kadang mereka memberi petunjuk kepada pengunjung yang tidak tahu arah.
ü Budaya Masyarakat di Sekitar WBL
Masyarakat sekitar WBL banyak yang membuka stand di lingkungan WBL.Antara lain stand makanan,stand kerajinan tangan khas lamongan,stand minuman,dan es krim.Kerajinan tangan khas lamongan di sana menunjukkan bahwa masyarakat sekitar sana punya kerajinan yang akan dipromosikan untuk pengenalan kota lamongan yang lebih mendalam.
• Biota Laut
Biota laut di sana banyak sekali. Salah satunya adalah batu karang dan ikan-ikan yang lucu.Salah satu batu karang yang menarik perhatian saya dan menjadi dasar penamaan tempat ini adalah karang berbentuk kodok.Ikan-ikan di sana juga banyak.Tapi karena saya tidak pergi ke tengah laut,saya cuma melihat ikan yang di tangkap nelayan.Ia menangkap beberapa ekor ikan yang kecil-kecil yang kita sebut ikan teri.
• Karang dan Tumbuhan Bakau
Karang paling besar di sana adalah karang berbentuk kodok.Karang-karang yang lain berukuran kecil.Sedangkan di sana tidak ada tumbuhan bakau sama sekali.Karena area pantai terendah digunakan untuk wahana permainan.Sedangkan yang lain adalah tebing-tebing.Tempat yang jadi wahana permainan air di batasi oleh tembok pendek sehingga ombaknya tidak terlalu besar dan membahayakan pengunjung.
b. Pengambilan Sampel
• Air Laut
• Kerang
• Pasir
• Tumbuhan Laut
• Berbagai Bahan yang Ada di Sekitar WBL
c. Pro Lingkungan
• Mengambil sampah di sekitar WBL dan dibawa pulang (sebagai bahan untuk membuat karya (kerajinan tangan) yang memiliki dampak terhadap ekosistem laut WBL)
III. Pembahasan
a. Dampak Biota Laut Terhadap didirikannya WBL
Dampak biota laut terhadap didirikannya WBL adalah semakin terjaganya kelestarian biota tersebut.Petugas WBL telah memberi batasan agar pengunjung tidak mengganggu kehidupan biota laut di sana.Para nelayan pun seakan turut menjaga biota di sana.Mereka tidak menangkap anak- anak ikan dan tidak mengmbil ikan-ikan langka yang ada di sana.
b. Dampak Sosial-Budaya dan Perekonomian yang Ditimbulkan dengan Adanya WBL
Perekonomian di sana berkembang pesat.Kota yang dulunya sepi sekarang menjadi kota ramai dengan adanya WBL.Kini kota Lamongan banyak di kunjungi orang.Kota ini di kenal dengan adanya WBL.Banyak orang Lamongan yang dulunya tidak bekerja jadi melamar kerja di lapangan kerja yang baru yaitu WBL.
c. Budaya Masyarakat Pesisir Tuban
Indonesia adalah Negara maritim. Artinya, 75 % wilayah Indonesia adalah lautan. Daerah pesisir memiliki peranan penting yang menghubungkan daratan Indonesia dengan daerah-daerah lain.
Kemajuan ekonomi daerah pesisir sangat maju.Pendapatan para nelayan tradisional di sana per bulan rata-rata Rp300.000 s/d Rp500.000.Pesisir menjadi tempat kegiatan perdagangan antar negara. Bersamaan dengan itu, maka terjalin pula hubungan keagamaan. Agama islam berasal dari para pedagang Arab, Persia, Gujarat, dan Indocina. Mereka berlayar dari bandar satu ke bandar lainnya. Dengan begitu, aksen agama islam di pesisir sangat kental.
IV. Penutup
a. Kesimpulan
WBL adalah suatu tempat wisata di mana ada banyak wahana permainan di dalamnya.Keadaan alamnya yang sangat indah mampu memikat hati para pengunjungnya. Perekonomian berkembang pesat akibat pendirian tempat wisata ini.
b. Kritik dan Saran
Kritik saya adalah area antara satu wahana dengan wahana yang lain agak berjauhan .Sehingga jalan-jalan di WBL tidak terkesan membuat capek pengunjungnya walaupun ada banyak wahana. Saran saya adalah menambah tempat-tempat umum seperti warung makanan dan WC.






https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkTxv9JKdq1fMIxa2ehm-ShrQHVwzT7qYYlBZhEa3HER-FTBDHVkRrk615sWRHNaUb0MOzUfKjE1bBNsvVu4rv4RLRAJh-2H-N7C-aPZ7sLhnLDKZqj7-tBFPX-yC-J0CFk07gOpnUUA4/s320/sunan+ampel.jpg
                                  Gambar  : Sunan Ampel                                                                                        1.2 ASAL MULA KATA SUNAN AMPE
Sunan Ampel sendiri merupakan salah satu wali songo yang berjasa menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Sebagai guru besar agama Islam ia kemudian mendapat julukan “Suhun”. Dalam buku Javaansch-Nedherlansch Handwooenboek (1901) karya J.F.C Gerieke dan T.Roorda, disebutkan bahwa “Suhun” merupakan kata dasar dari Sunan. Nah, kemudian berubahlah panggilan suhun menjadi sunan. Karena menetap di Ampel, maka Raden Rahmat kemudian popular dengan sebutan “Sunan Ampel”.
Kata “wali”, berasal dari kalimat waliyullah atau wali Allah. Dalam tradisi Jawa, terutama kalangan orang-orang Islam, tulis Drs.H.Syamsudduha dalam Jejak Kanjeng Sunan (1999), “wali” tidak hanya sekedar sebutan, tetapi ada “roh” di dalamnya.
Sebutan wali tersebut tidak lepas dari Al Quran, seperti terdapat dalam Surat Yunus ayat 62-64. Ayat itu mempunyai makna wali Allah, ialah orang yang karena iman dan taqwanya tidak merasa takut, tidak mengenal sedih, selalu gembira atau senantiasa optimistik dalam perjuangan, karena yakin dengan janji Allah yang akan memberi kemenangan dan keberhasilan.
Perkembangan zaman dan semakin tumbuhnya kehidupan manusia, maka penyebaran Islam di Tanah Jawa semakin nyata. Sunan Ampel tidak lagi sendiri, tetapi ada delapan lagi penyebar agama Islam yang juga memperoleh gelar yang sama. Dari delapan orang yang bergelar Sunan, satu di antaranya dipanggil Syekh.
Sunan Ampel dengan tujuh Sunan dan satu Syekh ini disebut sebagai Wali yang sembilan atau Wali Songo. Mereka adalah Sunan Ampel di Surabaya, Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Giri di Gresik, Sunan Drajat di Lamongan, Sunan Bonang di Tuban, Sunan Kalijaga di Demak, Sunan Muria di Gunung Muria, Sunan Kudus di Kudus dan Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Nama kecil Sunan Ampel adalah Raden Mohammad Ali Rahmatullah, beliau berfigur sangat berwibawa, bijak dan alim dan oleh karenanya mendapatkan banyak simpati dari masyarakat yang pada saat itu masih beragama Hindu – Budha. Gelar raden tersebut di peroleh karena dia dianggap sebagai bangsawan dan perlu mendapat penghormatan. Bisa juga, karena dia sebelumnya bergelar asy-Syarif atau as-Syayyid yang merupakan ningrat Arab, tulis G.F.Pijper dalam “Beberapa Studi Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950” terjemahan Tudjimah dan Yessi Augusdin (1984).
Berdasarkan padanan itu, lalu disejajarkanlah Rahmat dengan keturunan raja-raja Jawa, dia diberi gelar raden. Dengan adanya gelar raden itu, ia tidak lagi menjadi orang asing di sini ( di Ampel).
1.3 ISTRI SUNAN AMPEL
Dalam perjalanannya menyiarkan agama islam, sunan ampel mempunyai istri yang berasal dari kerajaan Brawijaya. istri beliau tersebut merupakan cucu dari Prabu Wijaya. Nama istri sunan ampel adalah Nyai Condrowati. Awal pertemuan diantara mereka berdua terjadi ketika Sunan Ampel menyebarkan agama islam, di suatu tempat ada sebuah sayembara dimana bagi orang yang memenangkannya akan mendapat imbalan. Sang raja mengumumkan bahwa Barang siapa yang dapat menyembuhkan Nyai condrowati dari penyakitnya  “ jika  perempuan akan dijadikan  saudaranya dan jika laki-laki akan di jadikan suaminya”. tak ada seorangpun yang dapat menyembuhkannya melainkan Sunan Ampel. dari situlah mereka berdua menjalin sebuah hubungan, hingga pada akhirnya menikah. Dari hasil perkawinan, mereka mempunyai anak sebagai berikut :
1.      Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/ Sunan Bonang
2.      Syarifuddin/Raden Qasim/ Sunan Drajat
3.      Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran
Siti Muthmainnah
Siti Hafsah
1.4 LETAK MASJID SUNAN AMPEL
Masjid Ampel terletak di Jalan KH. Mas Mansyur di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel) Kecamatan Semampir, Surabaya , Jawa Timur. Sekitar dua kilometer ke arah Timur Jembatan Merah.
1.5 MAKNA 16 TIANG PENYANGGA MASJID
Masjid Sunan Ampel mempunyai tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati . tinggi tiang tersebut 17 meter dan banyaknya 16 buah. Jumlah 16 tiang  tersebut mempunyai makna yakni 16 huruf dalam dalam kalimat syahadat, dan tiang tiang yang 17 meter mempunyai makna jumlah roka’at sholat fardhu dalam sehari semalam.
1.6 ATURAN UNTUK PENGUNJUNG
1.      pengunjung dilarang memotret makam sunan ampel, pengunjung hanya di perbolehkan memotret gapura yang bertuliskan “ MAKAM SUNAN AMPEL”
2.      bagi orang yang nonmuslim, dilarang memasuki masjid Sunan Ampel
3.      ketika pengunjung / peziarah ingin memasuki kawasan makam sunan ampel, pengunjung harus membuka alas kaki, agar tempat tersebut terjaga kebersihannya
4.      pemisahan rute peziarah laki-laki dengan wanita
5.      Tidak di perkenankan shalat di area pemakaman
            1.7 GAPURA DI SEKELILING MASJI
Ada lima gapura (pintu gerbang) yang terdapat di sekeliling masjid, yakni gapura Munggah, gapura poso ,gapura Ngamal , gapura Ngadep, dan gapura Paneksen.
1.      Dari arah selatan, tepatnya di Jalan Sasak terdapat pintu gerbang pertama yang bernama Gapuro Munggah. Gapura Munggah adalah simbol dari Rukun Islam yang kelima, yaitu Haji. di sekitar gapura ini banyak para pedagang yang menjajakan berbagai macam dagangan seperti, peci dan baju busana muslim.
2.      Gapura Poso (Puasa) yang terletak di sebelah selatan masjid. Gapura Poso memberikan suasana pada bulan Ramadhan. Setelah melewati Gapura Poso, kita akan masuk ke halaman masjid. Dari halaman ini tampak bangunan masjid yang megah dengan menara yang menjulang tinggi. Menara ini masih asli, sebagaimana dibangun oleh Sunan Ampel pada abad ke 14.
3.      Gapura Ngamal (Beramal). Gapura ini menyimbolkan Rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat. Disini orang dapat bersodaqoh, dimana hasil sodaqoh yang diperoleh dipergunakan untuk perawatan dan biaya kebersihan masjid dan makam.
4.      Gapura Madep yang letaknya persis di sebelah barat bangunan induk masjid. Gapura ini menyimbolkan Rukun Islam yang kedua, yaitu sholat dengan mengadap (madep) ke arah kiblat.
   Gapuro Paneksen, merupakan simbol dari Rukun Islam yang pertama yaitu Syahadat. Paneksen berarti ‘kesaksian‘, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah danMuhammad adalah utusan Allah. Gapuro Paneksen merupakan pintu gerbang masuk ke makam.
      1.8 KOMPLEKS MAKAM
Kompleks makam dikelilingi tembok besar setinggi 2,5 meter. Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter,memagari seluas 64 meter persegi. Makam Sunan Ampel dikelilingi pasir putih. Sebelum peziarah memasuki makam Sunan Ampel di gapura terdapat rute peziarah, rute tersebut memisahkan antara peziarah pria dan wanita. Di kompleks pemakaman masjid Sunan Ampel juga terdapat makam Mbah Bolong dan juga makam Mbah Sholeh, pembantu Sunan Ampel yang bertugas membersihkan Masjid Sunan Ampel. Di dekat Makam Mbah Bolong terdapat 182 Makam Syuhada’ Haji yang tewas dalam musibah jemaah haji Indonesia di Maskalea-Colombo, Sri Lanka pada 4 Desember 1974.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2Z48YPNTWo4xPatYnOybiisAW0j-A7wP9dxb0WtaEIG-Wj6VPXWZNHhwKTypzxNVDbE3KNvblxEy2rvsNdzU1tVT2qEDNrC2m7iZm6gpoC_W8KCJcjrm_hRNV3ePP1RYRT6wYeMhrU10/s1600/Makam+Para+Syuhada%2527+Haji.jpg
                        Gambar 6 : Makam Para Syuhada’ Haji
1.9 AIR SUMUR MASJID SUNAN AMPEL
Di dalam masjid terdapat sumur yang kini sudah ditutup dengan besi. Banyak yang meyakini air dari sumur ini memiliki kelebihan seperti air zamzam di Mekkah, yakni tidak surut meski musim kemarau. Banyak masyarakat yang minum dan mengambil untuk kemudian dibawa pulang. Memasuki area pemakaman, terdapat gentong-gentong berisi air yang berasal dari sumur tersebut untuk diminum oleh para pengunjung
1.       Asal usul Sunan Bonang
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Sunan Bonang itu nama aslinya adalah Syekh Maulana Makdum Ibrahim. Putera Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZoULmnt2AqgEAJHNtGGx6gDe3dolwyvWr1i6x8-oy9IWlrHjzMLAWW4hzR2a5lxIhIlXcSVkFfNMNZ0JQrFaVVvZnFy5ET5zaeyCiTXKLLpIuxnp1RtFKaW9zztkub9J-9c1rxkkdXpc/s200/4_Sunan+Bonang.jpeg

Ada yang mengatakan Dewi Condrowati itu adalah puteri Prabu Kertabumi. Dengan demikian Raden Makdum adalah seorang Pangeran Majapahit karena ibunya adalah puteri Raja Majapahit dan ayahnya menantu Raja Majapahit.
Sebagai seorang wali yang disegani dan dianggap Mufti atau pemimpin agama se tanah jawa, tentu saja Sunan Ampel mempunyai ilmu yang sangat tinggi. Sejak kecil Raden Makdum Ibrahim sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin.
Sudah bukan rahasia bahwa latihan atau riadha para wali itu lebih berat daripada orang awam. Raden Makdum Ibrahim adalah calon wali yang besar, maka Sunan Ampel sejak dini juga mempersiapkan sebaik mungkin.
Disebutkan dari berbagai literatur bahwa Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku sewaktu masih remaja meneruskan pelajaran agama Islam ke tanah seberang yaitu negeri Pasai. Keduanya menambah pengetahuan kepada Syekh Awwalul Islam atau ayah kandung dari Sunan Giri, juga belajar kepada para ulama besar yang banyak menetap di Negeri Pasai. Seperti ulama tasawuf yang berasal dari bagdad, Mesin, Arab dan Parsi atau Iran.
Sesudah belajar di negeri Pasai Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku pulang ke jawa. Raden paku kembali ke Gresik, mendirikan pesantren di Giri sehingga terkenal sebagai Sunan Giri.
Raden Makdum Ibrahim diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah di daerah Lasem, Rembang, Tuban dan daerah Sempadan Surabaya.
2.       Bijak dalam Berdakwah
Dalam berdakwah Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan dibagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak timbulah suara yang merdu di telinga penduduk setempat.
Lebih-lebih bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu, beliau adalah seorang wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi, sehingga apabila beliau bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi pendengarnya.
Setiap Raden Makdum Ibrahim membunyikan Bonang pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarnya. Dan tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus melagukan tembang-tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim. Begitulah siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran. Setelah rakyat berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran agama Islam kepada mereka.
Tembang-tembang yang  diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam. Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan.
Murid-murid Raden Makdum Ibrahim ini sangat banyak, baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara, Surabaya maupun Madura. Karena beliau sering mempergunakan Bonang dalam berdakwah maka masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang.
3.       Karya Satra
Beliau juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk. Hingga sekarang karya sastra Sunan Bonang itu dianggap sebagai karya sastra yang sangat hebat, penuh keindahan dan makna kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang disimpan rapi di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.
Suluk berasal dari bahasa Arab “Salakattariiqa” artinya menempuh jalan (tasawuf) atau tarikat. Ilmunya sering disebut Ilmu Suluk. Ajaran yang biasanya disampaikan dengan sekar atau tembang disebut Suluk, sedangkan bila diungkapkan secara biasa dalam bentuk prosa disebut wirid.
4.       Kuburnya ada dua
Sunan Bonang sering berdakwah keliling hingga usia lanjut. Beliau meninggal dunia pada saat berdakwah di Pulau Bawean.
Berita segera disebarkan ke seluruh tanah jawa. Para murid berdatangan dari segala penjuru untuk berduka cita dan memberikan penghormatan yang terakhir.
Murid-murid yang berada di Pulau Bawean hendak memakamkan beliau di Pulau Bawean. Tetapi murid yang berasal dari Madura dan Surabaya menginginkan jenasah beliau dimakamkan di dekat ayahnya yaitu Sunan Ampel di Surabaya. Dalam hal memberikan kain kafan pembungkus jenasah mereka pun tak mau kalah. Jenasah yang sudah dibungkus dengan kain kafan milik orang bawean masih ditambah lagi dengan kain kafan dari Surabaya.
Pada malam harinya, orang-orang Madura dan Surabaya menggunakan ilmu sirep untuk membikin ngantuk orang-orang Bawean dan Tuban. Lalu mengangkut jenasah Sunan Bonang kedalam kapal dan hendak dibawa ke Surabaya. Karena tindakannya tergesa-gesa kain kafan jenasah tertinggal satu.
Kapal layar segera bergerak ke arah Surabaya, tetapi ketika berada diperairan Tuban tiba-tiba kapal yang dipergunakan tidak bisa bergerak akhirnya jenasah Sunan Bonang dimakamkan di Tuban yaitu sebelah barat Mesjid Jami’ Tuban.
Sementara kain kafannya yang ditinggal di Bawean ternyata juga ada jenasahnya. Orang-orang Bawean pun menguburkannya dengan penuh khidmat.
Dengan demikian ada dua jenasah Sunan Bonang, inilah karomah atau kelebihan yang diberikan Allah kepada beliau. Dengan demikian tak ada permusuhan diantara murid-muridnya.
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M. Makam yang dianggap asli adalah yang berada dikota Tuban sehingga sampai sekarang makam itu banyak yang diziarahi orang darisegala penjuru tanah air.

KARYA SANTRI


Lima Pandangan Hati yang Bernilai Ibadah
Hidup di dunia penuh dengan warna warni, ada yang putih ada pula yang hitam, ada yang baik ada yang jahat, ada senyuman ada tangisan, ada bahadia ada pula kesedihan, semua silih berganti dan datang bertubi-tubi.
Kita sebagai manusia selayaknya berfikir atas fenomena yang terjadi di alam raya ini, yang  pasti, semua itu mempunyai rahasia tersembunyi, tinggal bagaimana kita menyikapi dan memasang kepekaan.
Dalam islam ada macam-macam ibadah, ada ibadah yang sifatnya menggunakan semua anggota tubuh, ada juga yang hanya menggunakan sebagian anggota tubuh semata seperti hanya ucapan atau berfikir (bertadabbur).
Adapun dalam kesempatan kali ini, kami akan memaparkan tentang ibadah yang menggunakan sebagian anggota badan saja, yaitu dengan sistem melihat dengan disertai berfikir. Seperti sabda nabi Muhammad saw”

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: خمس من العبادة  النظر إلى المصحف والنظر إلى الكعبة والنظر إلى الوالدين والنظر في زمزم (وهي تحط الخطايا والنظر في وجه العالم” (رواه  الديلمي)
Artinya:
Rasulullah saw bersabda, ada lima perkara yang dinilai ibadah yaitu melihat  mushaf (yang disertai angan-angan atau berfikir),  melihat ka’bah, melihat kedua orang tua, melihat zam-zam (sumurnya atau airnya) dan zam-zam tersebut bisa menghapus dosa  dan melihat wajahnya seorang alim atau kiai (seseorang yang mengamalkan ilmunya) HR. al-dailami.

Sebelum kita masuk kedalam inti hadits ini, perlu kiranya kita mengetahui makna dari kata “an-nadhar (النظر) dalam hadits tersebut, dalam kitab al-furûq al-Lughawiyyah dinyatakan bahwa lafadz ini mempunyai arti mencari pengetahuan dari sisi ia melihat dan dari sisi yang ia lihat. Bisa dikatakan kata “nadhara” mempunyai makna tidak hanya sekedar melihat tapi juga sampai batas menganalis, maka batasan yang ada dalam kalimat “nadhara” adalah menemukan sesuatu (mencari sebuah pengetahuan) dengan melihat, berangan-angan atau dengan berfikir, sehingga dari angan-angan ini mampu menemukan makna atau arti yang dimaksudkan.

Maka dari itu makna dari “nadhara” adalah menganalisis sebuah objek hingga muncul sebuah pengertian dari objek kajian tersebut.

Dari hadits diatas, bisa kita simpulkan bahwa ada lima perkara yang bernilai ibadah hanya dengan cara melihatnya memakai sisi hati atau jiwa, adapun lima perkara tersebut adalah:
1.               Melihat mushaf
Melihat mushaf merupakan perihal utama yang dijadikan sebagai perilaku ibadah, sebenarnya, kalau kita telisik, bahwa melihat disini bukan hanya sekedar melihat, tapi juga membacanya hingga kita mengetahui isi kandungan yang ada di dalam al-Quran dan mampu mengaplikasikannya. Sehingga dari sini, tambah rasa iman kita kepada allah swt, bahwa begitu besar ciptaan allah swt di muka bumi ini. Dilain sisi, bahwa melihat al-Qur’an yang disertai dengan analisis  dan memahami isi kandungannya mampu menjadikan manusia lebih bijak dan kaya dengan pengetahuan. Karena dalam al-Qur’an mempunyai gudang keilmuan yang bermacam-macam.
1.               Melihat ka’bah
Melihat ka’bah juga masuk dalam kategori perilaku ibadah yang dicatat oleh Allah swt, melihat disini juga bukan hanya sekedar melihat, akan tetapi juga ikut menganalisa ka’bah itu sendiri, karena dengan wujud segi empat itu, orang islam seantero jagad raya menghadap kepadanya untuk menunaikan kewajiban yang diberikan kepada mereka. Bila ditelisik fenomena ini merupakan keagungan Allah swt yang menjadi bukti bahwa islam itu dituntut untuk bersatu padu.
1.               Melihat kedua orang tua
Melihat orang tua juga merupakan perilaku yang dicatat sebagai ibadah, melihat kedua orang tua diharapkan muncul sebuah penghormatan atau penghargaan yang kita berikan kepada mereka atas perjuangan mereka mendidik dan membesarkan kita. Dan dengan semua ini muncul sebuah harapan bisa birrul walidain kepada mereka. Selain itu kita juga dituntut untuk menyayangi orang tua, karena ditangan mereka-lah ridho tuhan diberikan kepada kita dan ditangan merekalah kemarahan Allah swt kepada kita. Maka dari itu, sebisa mungkin kita selalu bersilaturohim kepada kedua orang tua sebagai bentuk perilaku untuk menciptakan kebaikan kepada mereka.
1.               Melihat zam- zam, baik sumurnya ataupun airnya
Melihat zam-zam juga termasuk ibadah (dan juga bisa menghapus dosa-dosa kecil), melihat disini juga tidak hanya sekedar melihat akan tetapi, kita juga dituntut untuk tadabbur atau menganalisis, bahwa air zam-zam merupakan anugerah allah swt. Yang manfaat air zam-zam tersebut bisa menyembuhkan segala penyakit. Seperti kata nabi “bahwa minum zam-zam tergantung niat si peminum, kalau niatnyau untuk mengenyangkan, maka bisa kenyang, kalau niatnya untuk penyakit maka bisa menjadi obat. Maka dari itu, jika ada seseorang menganalisis fenomena ini, niscaya keimanan orang tersebut akan meningkat dan kepercayaan atas ajaran nabi akan terbukti.
1.               Melihat wajah seorang alim
Yang terakhir adalah melihat wajah seorang alim yang mana orang ini mengamalkan ilmu yang ia punya. Disini, bisa dikatakan dengan adanya kita melihat diharapkan menghormatinya, karena menghormati seorang ulama, bisa jadi juga menghormati para nabi, karena ulama adalah pewaris atau penerus nabi.  Maka dengan melihat wajah seorang alim dengan niat mendekatkan diri kepada allah swt atas mahluknya yang berilmu, maka dinilai sebuah ibadah.
Lima perkara ini merupakan anjuran nabi Muhammad kepada umatnya supaya melaksanakannya, karena lima hal ini merupakan ibadah seorang hamba dan semuanya mempunyai tujuan positif dalam keberlangsungan kehidupan. Seperti yang diungkap imam Ghazali bahwa berfikir sejenak bisa lebih bagus dari pada ibadah setahun. Semoga kita termasuk orang-orang yang berfikir, sehingga kita mampu menguak rahasia dibalik perintah dan larangan Allah swt. Wallahu a’lam bisshowab.
 By: H. A.M. Nur Ihsan Shaleh MA
Perempuan dan pendidikan
Manusia terlahir dalam keadaan tak mengenal suatu apa, hanya tangis ungkapan pertamanya meskipun disambut sukacita orang-di sekelilingnya. Oleh karena itu Adakah yang lebih penting dari pendidikan ketika semua belum dimengerti?
Setelah pendidikan itu ada, apakah hanya diperuntukkan bagi kaum yang bernama laki-laki? Jawabnya hanya tidak. Karena dalam literatur dari agama apapun tidak akan pernah ditemukan pembelajaran hanya untuk kaum laki-laki, tapi untuk semua umat manusia termasuk perempuan.
Bagaimana dengan pendidikan perempuan di Indonesia, yang mana kewajibannyahanya disimbolkan sebagai pelayan suami, simbol reproduksi belaka pekerjaan domestik masih tetap menjadi, yang dalam budaya jawa disebut sebagai “ tiang wingking”? Disinilah titik dimana perjuangan RA Kartini memang benar-benar ada. Surat Kartini kepada para sahabatnya, secara gamblang mendeskripsikan keprihatinannya terhadap nasib perempuan di sekitarnya dalam ruang feodalisme. Perempuan tidak memiliki hak untuk mengenyam pendidikan. Perempuan dilarang untuk sekolah.
Kartini sejak awal memang konsisten berpendirian bahwa pendidikan adalah jalan membebaskan perempuan dari keterpurukan. Kartini punya mimpi yang tinggi, beliau ingin keadaan perempuan Indonesia di masa depan lebih baik. Tak hanya bagi perempuan, tetapi juga bagi semua masyarakat. Karena pendidikan adalah alat untuk memajukan peradaban, mengembangkan masyarakt, dan membuat generasi mampu berbuat banyak bagi kepentingan mereka. (Drs. Hery Noer Aly)
perempuan adalah kunci penting pembangunan peradaban. Karena dari tangan perempuan akan terlahir generasi penerus bangsa. Ia adalah sosok yang akan menjadi teladan pertama dari kelahiran seorang anak. Untuk itu ia perlu dibekali dengan pendidikan yang cukup. Karena seorang wanita berpendidikan dapat memberikan kontribusi lebih besar bagi keluarga, masyarakat, agama, bahkan kepada bangsa.
Kemajuan wanita adalah sebagai ukuran kemajuan suatu negeri. Kaum ibu yang dapat menggoyangkan buaian dengan tangan kirinya, dapat pula menggoyangkan dunia dengan tangan kanannya.” ( Napoleon Bonaparte )
Saat ini memang sudah tidak terasa lagi diskriminasi perempuan. Cita-cita RA kartini kini sudah relatif terwujud. Perempuan Indonesia memiliki kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan tanpa batas.Tetapi apakah problematikanya telah selesai? kenyataannya Dalam masyarakat yang kurang mampu, laki-laki umumnya memperoleh kesempatan yang lebih ketimbang perempuan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. kesempatan perempuan memperoleh pendidikan yang layak masih sangat minim. Selain itu sarana kesehatan bagi perempuan juga masih belum optimal. Salah siapakah semua ini?
Hal ini adalah cerminan bahwa perjuangan RA Kartini belum selesai, semangat juangnya untuk menjadi lebih baik harus diteruskan oleh perempuan-perempuan masa kini. Bukan hanya untuk menyuarakan dan menuntut kesetaraan, tapi juga dengan bukti nyata bahwa perempuan juga mampu berkiprah.
By : Afifatul Musyafa’ah
PENYESALAN DIATAS KESEDIAHAN
Bumi terus berputar, hari terus berganti semakin bertambah umurku. Teringat aku pada masa kecil ketika aku ditimang-timang oleh orang tuaku. Dahulu aku tak merasakan pahitnya hidup, sekarang aku telah beranjak dewasa mencoba untuk mendewasakan diri. Ternyata hidup itu tak seperti yang ku bayangkan. Sedikit demi sedikit aku mengupas arti hidup sebenarnya. Semua penyesalan ada di diriku yang selalu menyusahkan kedua orang tuaku.
Dahulu tak pernah aku merasakan kemarahan orang tuaku, ternyata semua itu bukan yang terbaik untukku, sekarang aku telah terjebak akan indahnya cinta dan ternyata cinta itu membutakan mata hatiku. Betapa lalainya diriku yang tak pernah mendengarkan perkataan kedua orang tuaku. Penyesalanku semakin terujung saat aku jatuh sakit. Saat ini, aku belum bias terbuka dengan orang tuaku. Kadang aku hanya bercerita kepada teman dan kakakku. Hari semakin berlalu, dengan ikatan kasih sayang lama-kelamaan orang tuaku mengerti akan keadaan ku. Dan dihari itu pula aku mencoba bercerita pada orang tuaku. Suatu kata pun terlontar dari lisan orang tuaku “mengapa, kau tak pernah mendengarkan perkataanku ?”. aku sudah bilang, janganlah melakukan yang aneh-aneh. Terdiam aku mendengar kata-kata dari orang tuaku, lalu aku sadar dan menuruti kata-kata orang tuaku. Tetapi di mata-teman-temanku, yang aku lakukan salah. Aku hanya bisa bersabar dan bersabar. Mungkin ini hanyalah cobaan untuk diriku. Ya Allah… semoga ini menjadi pelajaran bagi hidupku
By; Fieza
SENJA TAK BERUJUNG
Malam tak kunjung turun, membiarkan anak-anak manusia lebih lama bersuka cita. tak terlintas sedikitpun dibenak mereka, bahwa nafas mereka adalah nafas terakhir pemberian tuhan. Mereka lupa, namun disebuah bilik bambu, seorang anak tengah menikmati buka yang sederhana.
“lagi ya, kam..” tawar nenek
“sudah nek, terima kasih”
Setelah shalt maghrib di mushala, hakam menghampirii neneknya dan duduk ta’dzim di depan nenek.
“nek, kenapa ayah, Ibu dan Kakek pergi meninggalkan kita, aku rindu mereka nek” kata-kata polos dari cucunya membuat air mata sang nenek jatuhdi pipinya yang keriput.
                                                Senja itu, empat orang dewasa dan satu anak kecil tengah bersuka ria di baranda rumah, mensyukuri nikmat Allah yang tak tertandingi, hingga hujan mulai turun rintik-rintik, menyirami bumi yang panas menjadi sejuk. Telepon rumah bordering, seorang wanita yang lebih muda mengangkat telepon, beberapa saat kemudian telepon itu jatuh dari genggaman, semua orang berlarian ke dalam. Bertanya ada apa ? dijawab dengan lelehan air mata dan kabar duka kematian keluarga. Seketika itu, mobil meluncur dari rumah itu, menuju tanah perkuburan saudara di kota sebelah, tak dihirau hujan yang begitu deras. Di rumah itu kini hanya dihuni dua orang. Seorang nenek dan cucunya berdo’a untuk mayit dan keluarga yang hidup. Saat malam berikutnya tiba lagi, mobil beserta penumpangnya masih belum sampai dirumah. Nenek semakin cemas, ditambah tangisan cucunya yang tak kunjung berhenti, setelah hampir tengah malam terdengarlah kabar, mobil terperosok ke jurang dan semua penumpang tak terselamatkan. Maut menyisakan kesedihan.
Waktu yang sama, hampir tengah malam, para tetangga mulai berdatanganmenghibur hakam yang teresedu di samping sebujur tubuh kaku.
“senja… inilah aku anak manusia, dua tahun yang lalu, kau adalah waktu dimana aku tersenyum bersama keluargaku. Kini izinkanlah aku memuji tuhanku di waktumu, tuhan telah pertemukan aku dengan keluargaku.
By; Felix Aisa
The King’s Son
Hisyam menghentikan motornya, dia dan temannya turun. Berjalan kearah pantai, sempat berhenti untuk mengurangi kantongnya lewat bapak tua yang sedang meminta-minta. “Ada apa hisyam ?” temannya bertanya “Aku akan pergi lama fix, aku titip motorku dan juga ini” hisyam mengeluarkan dompet, hp dan juga kartu kredit, ATM dan cincin kecil. “Banyak sekali, bagaimana dengan kehidupanmu ?” “aku akan baik-baik saja, terimakasih” Hisyam mulai berjalan di sepanjang pantai, menjauh “bagaimana dengan orang tuamu, mereka tahu ?” Hisyam mengangguk dan terus berjalan
Ainul membuja took sangat pagi, bersama Zain. Sebenarnya pegainya tiga, tetapi seperti biasa tom selalu telat. “Kau pernah melihat anak juga istri raja kita, nul ?” Tanya Zain memandang foto raja “tidak, kenapa ?” ainul senyum-senyum “aku sangat ingin bertemu mereka, pasti mereka sebaik raja kita ” tom dating tergopoh-gopoh. “buruk, sangat buruk” “ada apa, tom ?” Tanya zain ” putri pemilik took ini meninggal terbunuh ”  ainul terduduk lemas, bertarjih dan beristighfar.
 “tak mungkin pemuda miskin ini membayarnya. Anakku sudah dibunuhnya, bunuh saja dia” saat palu yang berada di tangan tuan Hakim diketukkan, disitulah nasib ainun ditentukan. “Maafkan aku ainun, Sabrina adalah keponakanku. Aku tidak menuduhmu, tapi bukti mengarah padamu. “setelah berbicara secara pribadi, tuan Hakim keluar. Ainul di bawa keruang eksekusi. Dia pasrah. Hanya Allah yang tahu, bukan dia pembunuhnya.
“apa permintaan terakhirmu ? “
“Aku ingin meminta maaf pada orang tuaku”
Semua orang tercengang, saat kedua orangtua ainul datang. Tak pernah mereka bayangkan, yang mereka kenal adalah ainul si yatim piatu. Seorang perempuan cantik berjilbab menghampiri ” Hisyam…kembalilah pada ayah bundamu. Kini petualnganmu telah usai” sang bunda memeluknya. “Ainul..” teriak Zain ” Zain, kini yang kau harapkan terkabul. Kau ingin bertemu kami kan” Zain dan Hizyam berangkulan “Kau bukan ainul, kau Hisyam”. Di belakang Hisyam, raja Maulan (ayahnya) tersenyum. Dari samping kiri Nafix juga merangkul Hisyam, hati Hisyam semakin bahagia “aku akan pulang Fix” mereka berlima berjalan beriringan dikawal tentara-tentara. Kini ditiang eksekusi, berdirilah Tom, tersangka sebenarnya. Karena Sabrina memilih ainul, bukan dirinya. Semua orang meminta maaf pada raja atas kelancangan mereka.
Haul Bukan Sekedar Peringatan
Islam adalah agama kaya akan tradisi. Khususnya di Nusantara, seakan tiada bulan tanpa tradisi peringatan. Lebih-lebih bila datang bulan Muharram seperti ini, serentak tanpa komando umat Islam seluruh Nusantara menyambut bulan tersebut dengan aneka kegiatan yang berbau relegius, salah satunya adalah peringatan se-tahun terhadap orang yang telah lebih dahulu meninggalkan kita semua.
Dan peringatan tersebut biasanya lebih awam dikenal oleh masyarakat dengan sebutan haul, bila dilihat dari mata sejarah, sebenarnya tak bisa dilepaskan begitu saja dari warisan nenek moyang bangsa ini yaitu tradisi Hindu dan Budha. Kenapa bisa begitu? Sebagaimana yang kita tahu dengan cara bagaimana wali songo menyebarkan Islam, yang jelas mereka menyebarkannya tanpa ada unsur membuang jauh tradisi lama pribumi yang terkenal akan upacara, atau bahasa sederhananya peringatan baik itu peringatan terhadap orang sudah meninggal maupun lainnya. Lebih-lebih terhadap orang yang sudah meninggal, misal peringatan dengan istilah mitoni yaitu peringatan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap orang yang meninggal setelah tujuh hari dari kematian dan banyak lainnya.
Padahal, kita tahu di dalam Islam tidak terdapat istilah yang jelas anjuran untuk melakunan ritual seperti halnya mitoni (tujuh hari), matang puluhi (empat puluh hari), nyatusi (seratus hari), nyewuni (seribu hari) atau yang lebih marak dalam bulan ini yakni ngekholi (satu tahun), yang selama ini umat Islam Nusantara menjalankannya. Mungkin dari sinilah istilah itu mulai dipertanyakan, apakah itu berasal dari ajaran Islam atau hanya budaya warisan dari nenek moyang? Kalau kita melihat pernyataan sejarah di atas, membuktikan bahwa istilah itu muncul dari kebiasaan yang dilakukan oleh nenek moyang dan pada akhirnya menjadi tradisi yang dilestarikan. Akan tetapi pertanyaanya, apakah wali songo tidak mengetahui kalau di dalam ajaran Islam tidak terdapat anjuran jelas terkait ritual tersebut? Mungkin bisa ia ataupun tidak. Untuk itu marilah kita menengok sebuah kebiaasan yang dilakukan oleh umat Islam Nusantara, lebih-lebih yang berada di Jawa mereka sering kali berduyun-duyun datang ke sebuah makam, biasanya makam yang didatangi adalah makam para wali, kiai, atau tokoh kharismatik. Maksud dan tujuan kedatanganya pun bervariasi. Ada yang betul-betul tulus untuk sekedar ziarah, hingga sampai pada tujuan menyekutukan Allah. Semua itu berjalan sudah bertahun-tahun hingga menjadi sebuah keharusan, kalau tidak seperti itu kayaknya hidup di Jawa ini tidak lengkap.
Dengan melihat fenomena tersebut dalam beberapa versi sejarah penyebaran Islam di Jawa oleh wali songo yang pernah dibaca, penulis memiliki anggapan mereka memaknai dan menjadikan fenomena di atas sebagai sebuah kebiasaan yang seharusnya dilestarikan dengan bingkai tanpa ada penyekutuan terhadap Allah yaitu melalui memberikan bacaan tahlil, yasin, dan lainnya dalam ritual tersebut.
Di satu sisi, kebiasan tersebut sudah menjadi tradisi yang tidak bisa dihilangkan dari masyarakat. Sebagai bukti masih teringat jelas dalam ingatan penulis saat menjelang lengsernya orde baru, bangsa ini dilanda dengan berbagai gejolak kemasyarakatan akibat krisis di bidang perekonomian yang memberhentikan pasar modal. Mungkin bagi masyarakat desa, krisis tersebut tak begitu dihiraukan bahkan sampai dipikirkan, terbukti mereka tetap saja melangsungkan peringatan mitoni, matang puluhi, nyatusi, nyewunihingga pada peringatan ngekholi.
Padahal, kita tahu di dalam peringatan tersebut tak luput dari memberikan makanan, minuman, maupun berkat (bahasa jawa), meskipun itu tidak dianjurkan namun pada gilirannya pemberian tersebut dimaknai sebagai sedekah. Kondisi inilah yang terjadi meski krisis berlangsung sampai setelah lengser orde baru, mereka tetap saja menjalankan ritual tersebut tanpa meninggalkan kebiasaan memberikan makanan, minuman dan berkat seperti jauh sebelum krisis terjadi.
Lalu, apakah masih perlu membahas peringatan tersebut sebagai anjuran Islam atau kebiasaan warisan dari nenek moyang, apalagi menanyakan apakah walisongo tidak mengetahui bahwa peringatan tersebut tak terdapat anjuran yang jelas dalam ajaran Islam? Mungkin menurut hemat penulis asumsi di atas sudah mewakili untuk menjawab pertanyaan yang telah terlontar. Bagaimana mungkin Islam Nusantara dikatakan kaya akan tradisi peringatan? Sebab sedikit-sedikit umat Islam selalu punya agenda peringatan mulai dari peringatan kelahiran Nabi hingga peringatan kematian para wali, kiai ataupun tokoh kharismatik lainnya.
Bila semua itu ditelusuri, pada dasarnya tanpa peduli apakah itu sebagai anjuran Islam, tradisi warisan nenek moyang, atau sebagai bukti penghormatan terhadap jasa mereka,walhasil muaranya berpangkal pada maksud dan tujuan diadakan peringatan itu semuanya. Marilah kita ambil salah satu contoh tradisi yang baru berlangsung sekitar satu minggu yang lalu dengan sebutan peringatan haul si mbah Sunan Pojok misalnya.
Peringatan tersebut dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk mendoakan dengan memintakan ampun kepada Allah swt. agar orang yang meninggal (yang dihauli) dijauhkan dari segala siksa serta dimasukkan ke dalam surga. Untuk bersedekah dari ahli keluarganya atau orang yang membuat acara, orang yang membantu atau orang yang ikut berpartisipasi dengan diniatkan amal dan pahalanya untuk dirinya sendiri dan juga dimohonkan kepada Allah agar disampaikan kepada orang yang dihauli, untuk mengambil teladan dengan kematian seseorang bahwasanya kita semua pada akhirnya juga akan mati, sehingga hal itu akan menimbulkan efek positif pada diri kita untuk selalu meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. untuk meneladani kebaikan dari orang yang dihauli, dengan harapan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan untuk memohon keberkahan hidup kepada Allah melalui wasilah (media) yang telah diberikan kepada para ulama, sholihin atauwaliyullah yang dihauli selama masa hidupnya dan kita tahu bahwa si mbah Sunan Pojok merupakan salah satu wali Allah swt. Yang perlu diteladani perilaku dan perjuangan beliau dalam menyebarkan Islam.
Dari penjelasan di atas, tidak tersirat sedikit pun tujuan haul yang mengarah pada kemeriahan dan penyekutuan sebagaimana halnya di atas. Haul adalah doa dan sedekah. Haul merupakan media untuk mengambil teladan dan meneladani, serta memohon keberkahan. Lalu, bagaimana tradisi haul ini membumi hingga lestari sampai saat ini? Untuk itu alangkah indahnya kita menelusuri lebih jauh dari manakah kata haul itu muncul. Dari beberapa keterangan, kata haul ini awalnya muncul dari dunia pesantren yang pada perkembanganya menjadi memasyarakat sebab haul selalu di isi dengan berbagai agenda salah satunya adalah pengajian umum yang mendatangkan mubaligh. Dari sinilah haul mulai dikenal masyarakat, apalagi yang didatangkan itu sudah terkenal dan dalam ceramahnya terdapat sedikit guyonan. Meski tanpa peduli apakah nanti berdampak positif atau tidak yang penting lucu dan ramai mereka pasti datang berduyun-duyun dan akhirnya tanpa kita mengenalkan apakah tujuan dan maksud haul itu dengan sendirinya kata haul membumi dan lestari hingga detik ini.
Pada perkembangannya, kata “haul” kemudian seringkali dimaknai sebagai kegiatan ritual keagamaan tahunan untuk memperingati hari meninggalnya orang yang dicintai atau orang yang diagungkan dan itu merupakan kebiasaan pesantren pada umumnya untuk mengenang jasa dan meneladani seorang kiai atau gurunya. Dari sinilah yang awalnya haul diadakan untuk mengenang dan meneladani seorang kiai oleh santri pondok pesantren, berkembang dengan beberapa agenda kegiatan dari ziarah  ke makam, tahlilan, hataman dan ditutup dengan pengajian umum. Kini menjadi sebuah tradisi memasyarakat yang seakan tak bisa dilepaskan dari mereka.