Jumat, 19 Desember 2014

SEJARAH WBL

Sejarah WBL
WBL di bangun pada tanggal 14 November dan diresmikan oleh Bupati Lamongan H.Masyfuk,S.H. Lokasi tempat wisata ini di Jalan Raya Daendels Desa Paciran Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur.Tempat wisata seluas 17 hektare itu dulunya adalah Pantai Tanjung Kodok.Pantai ini di jadikan Tanjung Kodok oleh 2 investor dari Singapore dan Malang.Meka adalah pendiri Jatim Park I (Batu). Obyek wisata ini dikelola oleh PT Bumi Lamongan Sejati, sebuah perusahaan patungan Pemkab Lamongan dengan PT Bunga Wangsa Sejati.Dari situlah kemudian Pantai Tanjung Kodok menjadi WBL. Dulunya, Pantai Tanjung Kodok sepi pengunjung.Kini, daerah itu berubah menjadi ramai dikunjungi para wisatawan.

I. Kajian Teori
i. Pantai dan Biota
Kawasan wisata ini sepintas memiliki konsep tak jauh beda dengan Pantai Ancol – Jakarta. Bedanya Pantai Ancol adalah warna lautnya yang lebih biru.Sungguh enak dipandang dari pinggir pantai.Biota laut di sana sungguh banyak.Ada ikan teri yang menjadi tangkapan para nelayan di sana, dan batu karang berbentuk katak yang menjadi dasar penamaan Pantai Tanjung Kodok. Pasir pantai yang berbutir halus dan berwarna putih kecoklatan juga bisa digunakan untuk berbagai permainan maupun olahraga pantai.Di sekitar pasir juga banyak ditanam pohon kelapa yang membuat tempat tersebut lebih bernuansa pantai dengan wahana permainan yang tak kalah seru.
ii. Lingkungan Biotik dan Abiotik
Tanjung Kodok mempunyai pemandangan pantai dan laut yang sangat indah dengan aneka batu karang yang mempesona dan menarik. Pada pagi hari kita bisa melihat nelayan yang sedang memancing dan menjaring ikan di tepi laut. Saat senja hari kita dimanjakan dengan indahnya pesona laut pada saat matahari tenggelam.Pada malam hari mungkin akan banyak nelayan pergi melaut mencari ikan.Jenis ikan yang di tangkap para nelayan rata-rata adalah jenis ikan teri.Ikan kecil-kecil yang biasa menjadi teman makan.
iii. Budaya dan Profesi Masyarakat Pesisir
Profesi masyarakat pesisir lebih cenderung menjadi nelayan ketimbang profesi lain.Mereka menggap bahwa profesi nelayan adalah sebagai amanat yang dititipkan secara turun-temurun dari pendahulu mereka. Kebudayaan masyarakat pesisir adalah masih adanya perayaan mempersembahkan sesajen kepada penguasa laut agar diberi limpahan hasil laut, dan merupakan ritual tolak bala (keselamatan).Ritual ini juga bisa diartikan sebagai sebuah upacara pesta laut masyarakat nelayan sebagai perwujudan ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang diberikan-Nya lewat hasil laut yang selama ini didapat. Selain itu, juga dilakukan permohonan agar diberi keselamatan dalam melaut, serta tangkapan hasil laut mereka berlimpah di tahun mendatang.
Sesajen yang diberikan oleh masyarakat antara lain disebut ancak, yang berupa anjungan berbentuk replika perahu yang berisi kepala kerbau, kembang tujuh rupa, buah-buahan, makanan khas, dan lain sebagainya. Sebelum dilepaskan ke laut, ancak diarak terlebih dahulu mengelilingi tempat-tempat yang telah ditentukan sambil diiringi dengan berbagai suguhan seni tradisional, seperti tarling, genjring, bouroq,barongsai, telik sandi, jangkungan, ataupun seni kontemporer (drumband).
II. Metode
i. Tempat: Wisata Bahari Lamongan (WBL)
ii. Waktu : 7.30 – 18.00
iii. Alat dan Bahan: Alat –alat kerajinan tangan, sampah sekitar WBL, dan sampel-sampel.
iv. Cara dan Prosedur:
a. Observasi
• Lingkungan Alam Sekitar WBL
Lingkungan alam di sekitar WBL bersih sekali.Tidak banyak sampah berceceran.Jika ada itu hanya sampah daun yang berguguran. Para pengunjung selalu membuang sampah pada tempatnya.Selain itu,laut di sana tidak tercemar oleh limbah. Kelestarian alam di sana selalu di jaga baik oleh para wisatawan maupun para petugas di sana.
Selain itu, banyak pepohonan rindang yang tumbuh di sekitar sana. Membuat para pengunjung betah berada di sana.Tempat parkir yang luas juga disediakan agar pengunjung tidak perlu jauh-jauh mencari tempat parkir. Di sana juga di sediakan musholla untuk sholat pengunjung yang beragama islam.Ada 2 musholla di sana.Yang satu di tempat parkir,yang satu lagi ada di dekat Anjungan Wali Songo.
• Kegiatan Ekonomi di Sekitar WBL
Di sepanjang pintu masuk WBL banyak kita temukan para penjual.Rata-rata mereka menjual makanan,dan cinderamata.Setelah saya tanya mengapa berjualan di WBL, mereka menjawab bahwa berjualan di WBL lebih laku ketimbang berjualan di tempat lain. Karena di WBL banyak pengunjung yang rata-rata ingin membeli cinderamata sebagai oleh-oleh dan makanan untuk camilan.
• Budaya Masyarakat (Pengunjung, Petugas,dan Masyarakat) di Sekitar WBL
ü Budaya Pengunjung
Budaya pengunjung di sana seperti pengunjung kebanyakan. Mereka bisa menghabiskan banyak uang untuk kepentingan kesenangan. Para pengunjung juga mengunjungi hamper semua tempat meskipun harus berbasah-basah.Mereka juga senang berfoto di areal WBL.Namun, mereka juga menjaga kebersihan WBL.
ü Budaya Petugas
Petugas di sana sangat disiplin.Mereka melayani pengunjung dengan sabar.Kadang mereka memberi petunjuk kepada pengunjung yang tidak tahu arah.
ü Budaya Masyarakat di Sekitar WBL
Masyarakat sekitar WBL banyak yang membuka stand di lingkungan WBL.Antara lain stand makanan,stand kerajinan tangan khas lamongan,stand minuman,dan es krim.Kerajinan tangan khas lamongan di sana menunjukkan bahwa masyarakat sekitar sana punya kerajinan yang akan dipromosikan untuk pengenalan kota lamongan yang lebih mendalam.
• Biota Laut
Biota laut di sana banyak sekali. Salah satunya adalah batu karang dan ikan-ikan yang lucu.Salah satu batu karang yang menarik perhatian saya dan menjadi dasar penamaan tempat ini adalah karang berbentuk kodok.Ikan-ikan di sana juga banyak.Tapi karena saya tidak pergi ke tengah laut,saya cuma melihat ikan yang di tangkap nelayan.Ia menangkap beberapa ekor ikan yang kecil-kecil yang kita sebut ikan teri.
• Karang dan Tumbuhan Bakau
Karang paling besar di sana adalah karang berbentuk kodok.Karang-karang yang lain berukuran kecil.Sedangkan di sana tidak ada tumbuhan bakau sama sekali.Karena area pantai terendah digunakan untuk wahana permainan.Sedangkan yang lain adalah tebing-tebing.Tempat yang jadi wahana permainan air di batasi oleh tembok pendek sehingga ombaknya tidak terlalu besar dan membahayakan pengunjung.
b. Pengambilan Sampel
• Air Laut
• Kerang
• Pasir
• Tumbuhan Laut
• Berbagai Bahan yang Ada di Sekitar WBL
c. Pro Lingkungan
• Mengambil sampah di sekitar WBL dan dibawa pulang (sebagai bahan untuk membuat karya (kerajinan tangan) yang memiliki dampak terhadap ekosistem laut WBL)
III. Pembahasan
a. Dampak Biota Laut Terhadap didirikannya WBL
Dampak biota laut terhadap didirikannya WBL adalah semakin terjaganya kelestarian biota tersebut.Petugas WBL telah memberi batasan agar pengunjung tidak mengganggu kehidupan biota laut di sana.Para nelayan pun seakan turut menjaga biota di sana.Mereka tidak menangkap anak- anak ikan dan tidak mengmbil ikan-ikan langka yang ada di sana.
b. Dampak Sosial-Budaya dan Perekonomian yang Ditimbulkan dengan Adanya WBL
Perekonomian di sana berkembang pesat.Kota yang dulunya sepi sekarang menjadi kota ramai dengan adanya WBL.Kini kota Lamongan banyak di kunjungi orang.Kota ini di kenal dengan adanya WBL.Banyak orang Lamongan yang dulunya tidak bekerja jadi melamar kerja di lapangan kerja yang baru yaitu WBL.
c. Budaya Masyarakat Pesisir Tuban
Indonesia adalah Negara maritim. Artinya, 75 % wilayah Indonesia adalah lautan. Daerah pesisir memiliki peranan penting yang menghubungkan daratan Indonesia dengan daerah-daerah lain.
Kemajuan ekonomi daerah pesisir sangat maju.Pendapatan para nelayan tradisional di sana per bulan rata-rata Rp300.000 s/d Rp500.000.Pesisir menjadi tempat kegiatan perdagangan antar negara. Bersamaan dengan itu, maka terjalin pula hubungan keagamaan. Agama islam berasal dari para pedagang Arab, Persia, Gujarat, dan Indocina. Mereka berlayar dari bandar satu ke bandar lainnya. Dengan begitu, aksen agama islam di pesisir sangat kental.
IV. Penutup
a. Kesimpulan
WBL adalah suatu tempat wisata di mana ada banyak wahana permainan di dalamnya.Keadaan alamnya yang sangat indah mampu memikat hati para pengunjungnya. Perekonomian berkembang pesat akibat pendirian tempat wisata ini.
b. Kritik dan Saran
Kritik saya adalah area antara satu wahana dengan wahana yang lain agak berjauhan .Sehingga jalan-jalan di WBL tidak terkesan membuat capek pengunjungnya walaupun ada banyak wahana. Saran saya adalah menambah tempat-tempat umum seperti warung makanan dan WC.






https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkTxv9JKdq1fMIxa2ehm-ShrQHVwzT7qYYlBZhEa3HER-FTBDHVkRrk615sWRHNaUb0MOzUfKjE1bBNsvVu4rv4RLRAJh-2H-N7C-aPZ7sLhnLDKZqj7-tBFPX-yC-J0CFk07gOpnUUA4/s320/sunan+ampel.jpg
                                  Gambar  : Sunan Ampel                                                                                        1.2 ASAL MULA KATA SUNAN AMPE
Sunan Ampel sendiri merupakan salah satu wali songo yang berjasa menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Sebagai guru besar agama Islam ia kemudian mendapat julukan “Suhun”. Dalam buku Javaansch-Nedherlansch Handwooenboek (1901) karya J.F.C Gerieke dan T.Roorda, disebutkan bahwa “Suhun” merupakan kata dasar dari Sunan. Nah, kemudian berubahlah panggilan suhun menjadi sunan. Karena menetap di Ampel, maka Raden Rahmat kemudian popular dengan sebutan “Sunan Ampel”.
Kata “wali”, berasal dari kalimat waliyullah atau wali Allah. Dalam tradisi Jawa, terutama kalangan orang-orang Islam, tulis Drs.H.Syamsudduha dalam Jejak Kanjeng Sunan (1999), “wali” tidak hanya sekedar sebutan, tetapi ada “roh” di dalamnya.
Sebutan wali tersebut tidak lepas dari Al Quran, seperti terdapat dalam Surat Yunus ayat 62-64. Ayat itu mempunyai makna wali Allah, ialah orang yang karena iman dan taqwanya tidak merasa takut, tidak mengenal sedih, selalu gembira atau senantiasa optimistik dalam perjuangan, karena yakin dengan janji Allah yang akan memberi kemenangan dan keberhasilan.
Perkembangan zaman dan semakin tumbuhnya kehidupan manusia, maka penyebaran Islam di Tanah Jawa semakin nyata. Sunan Ampel tidak lagi sendiri, tetapi ada delapan lagi penyebar agama Islam yang juga memperoleh gelar yang sama. Dari delapan orang yang bergelar Sunan, satu di antaranya dipanggil Syekh.
Sunan Ampel dengan tujuh Sunan dan satu Syekh ini disebut sebagai Wali yang sembilan atau Wali Songo. Mereka adalah Sunan Ampel di Surabaya, Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Giri di Gresik, Sunan Drajat di Lamongan, Sunan Bonang di Tuban, Sunan Kalijaga di Demak, Sunan Muria di Gunung Muria, Sunan Kudus di Kudus dan Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Nama kecil Sunan Ampel adalah Raden Mohammad Ali Rahmatullah, beliau berfigur sangat berwibawa, bijak dan alim dan oleh karenanya mendapatkan banyak simpati dari masyarakat yang pada saat itu masih beragama Hindu – Budha. Gelar raden tersebut di peroleh karena dia dianggap sebagai bangsawan dan perlu mendapat penghormatan. Bisa juga, karena dia sebelumnya bergelar asy-Syarif atau as-Syayyid yang merupakan ningrat Arab, tulis G.F.Pijper dalam “Beberapa Studi Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950” terjemahan Tudjimah dan Yessi Augusdin (1984).
Berdasarkan padanan itu, lalu disejajarkanlah Rahmat dengan keturunan raja-raja Jawa, dia diberi gelar raden. Dengan adanya gelar raden itu, ia tidak lagi menjadi orang asing di sini ( di Ampel).
1.3 ISTRI SUNAN AMPEL
Dalam perjalanannya menyiarkan agama islam, sunan ampel mempunyai istri yang berasal dari kerajaan Brawijaya. istri beliau tersebut merupakan cucu dari Prabu Wijaya. Nama istri sunan ampel adalah Nyai Condrowati. Awal pertemuan diantara mereka berdua terjadi ketika Sunan Ampel menyebarkan agama islam, di suatu tempat ada sebuah sayembara dimana bagi orang yang memenangkannya akan mendapat imbalan. Sang raja mengumumkan bahwa Barang siapa yang dapat menyembuhkan Nyai condrowati dari penyakitnya  “ jika  perempuan akan dijadikan  saudaranya dan jika laki-laki akan di jadikan suaminya”. tak ada seorangpun yang dapat menyembuhkannya melainkan Sunan Ampel. dari situlah mereka berdua menjalin sebuah hubungan, hingga pada akhirnya menikah. Dari hasil perkawinan, mereka mempunyai anak sebagai berikut :
1.      Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/ Sunan Bonang
2.      Syarifuddin/Raden Qasim/ Sunan Drajat
3.      Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran
Siti Muthmainnah
Siti Hafsah
1.4 LETAK MASJID SUNAN AMPEL
Masjid Ampel terletak di Jalan KH. Mas Mansyur di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel) Kecamatan Semampir, Surabaya , Jawa Timur. Sekitar dua kilometer ke arah Timur Jembatan Merah.
1.5 MAKNA 16 TIANG PENYANGGA MASJID
Masjid Sunan Ampel mempunyai tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati . tinggi tiang tersebut 17 meter dan banyaknya 16 buah. Jumlah 16 tiang  tersebut mempunyai makna yakni 16 huruf dalam dalam kalimat syahadat, dan tiang tiang yang 17 meter mempunyai makna jumlah roka’at sholat fardhu dalam sehari semalam.
1.6 ATURAN UNTUK PENGUNJUNG
1.      pengunjung dilarang memotret makam sunan ampel, pengunjung hanya di perbolehkan memotret gapura yang bertuliskan “ MAKAM SUNAN AMPEL”
2.      bagi orang yang nonmuslim, dilarang memasuki masjid Sunan Ampel
3.      ketika pengunjung / peziarah ingin memasuki kawasan makam sunan ampel, pengunjung harus membuka alas kaki, agar tempat tersebut terjaga kebersihannya
4.      pemisahan rute peziarah laki-laki dengan wanita
5.      Tidak di perkenankan shalat di area pemakaman
            1.7 GAPURA DI SEKELILING MASJI
Ada lima gapura (pintu gerbang) yang terdapat di sekeliling masjid, yakni gapura Munggah, gapura poso ,gapura Ngamal , gapura Ngadep, dan gapura Paneksen.
1.      Dari arah selatan, tepatnya di Jalan Sasak terdapat pintu gerbang pertama yang bernama Gapuro Munggah. Gapura Munggah adalah simbol dari Rukun Islam yang kelima, yaitu Haji. di sekitar gapura ini banyak para pedagang yang menjajakan berbagai macam dagangan seperti, peci dan baju busana muslim.
2.      Gapura Poso (Puasa) yang terletak di sebelah selatan masjid. Gapura Poso memberikan suasana pada bulan Ramadhan. Setelah melewati Gapura Poso, kita akan masuk ke halaman masjid. Dari halaman ini tampak bangunan masjid yang megah dengan menara yang menjulang tinggi. Menara ini masih asli, sebagaimana dibangun oleh Sunan Ampel pada abad ke 14.
3.      Gapura Ngamal (Beramal). Gapura ini menyimbolkan Rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat. Disini orang dapat bersodaqoh, dimana hasil sodaqoh yang diperoleh dipergunakan untuk perawatan dan biaya kebersihan masjid dan makam.
4.      Gapura Madep yang letaknya persis di sebelah barat bangunan induk masjid. Gapura ini menyimbolkan Rukun Islam yang kedua, yaitu sholat dengan mengadap (madep) ke arah kiblat.
   Gapuro Paneksen, merupakan simbol dari Rukun Islam yang pertama yaitu Syahadat. Paneksen berarti ‘kesaksian‘, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah danMuhammad adalah utusan Allah. Gapuro Paneksen merupakan pintu gerbang masuk ke makam.
      1.8 KOMPLEKS MAKAM
Kompleks makam dikelilingi tembok besar setinggi 2,5 meter. Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter,memagari seluas 64 meter persegi. Makam Sunan Ampel dikelilingi pasir putih. Sebelum peziarah memasuki makam Sunan Ampel di gapura terdapat rute peziarah, rute tersebut memisahkan antara peziarah pria dan wanita. Di kompleks pemakaman masjid Sunan Ampel juga terdapat makam Mbah Bolong dan juga makam Mbah Sholeh, pembantu Sunan Ampel yang bertugas membersihkan Masjid Sunan Ampel. Di dekat Makam Mbah Bolong terdapat 182 Makam Syuhada’ Haji yang tewas dalam musibah jemaah haji Indonesia di Maskalea-Colombo, Sri Lanka pada 4 Desember 1974.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2Z48YPNTWo4xPatYnOybiisAW0j-A7wP9dxb0WtaEIG-Wj6VPXWZNHhwKTypzxNVDbE3KNvblxEy2rvsNdzU1tVT2qEDNrC2m7iZm6gpoC_W8KCJcjrm_hRNV3ePP1RYRT6wYeMhrU10/s1600/Makam+Para+Syuhada%2527+Haji.jpg
                        Gambar 6 : Makam Para Syuhada’ Haji
1.9 AIR SUMUR MASJID SUNAN AMPEL
Di dalam masjid terdapat sumur yang kini sudah ditutup dengan besi. Banyak yang meyakini air dari sumur ini memiliki kelebihan seperti air zamzam di Mekkah, yakni tidak surut meski musim kemarau. Banyak masyarakat yang minum dan mengambil untuk kemudian dibawa pulang. Memasuki area pemakaman, terdapat gentong-gentong berisi air yang berasal dari sumur tersebut untuk diminum oleh para pengunjung
1.       Asal usul Sunan Bonang
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Sunan Bonang itu nama aslinya adalah Syekh Maulana Makdum Ibrahim. Putera Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZoULmnt2AqgEAJHNtGGx6gDe3dolwyvWr1i6x8-oy9IWlrHjzMLAWW4hzR2a5lxIhIlXcSVkFfNMNZ0JQrFaVVvZnFy5ET5zaeyCiTXKLLpIuxnp1RtFKaW9zztkub9J-9c1rxkkdXpc/s200/4_Sunan+Bonang.jpeg

Ada yang mengatakan Dewi Condrowati itu adalah puteri Prabu Kertabumi. Dengan demikian Raden Makdum adalah seorang Pangeran Majapahit karena ibunya adalah puteri Raja Majapahit dan ayahnya menantu Raja Majapahit.
Sebagai seorang wali yang disegani dan dianggap Mufti atau pemimpin agama se tanah jawa, tentu saja Sunan Ampel mempunyai ilmu yang sangat tinggi. Sejak kecil Raden Makdum Ibrahim sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin.
Sudah bukan rahasia bahwa latihan atau riadha para wali itu lebih berat daripada orang awam. Raden Makdum Ibrahim adalah calon wali yang besar, maka Sunan Ampel sejak dini juga mempersiapkan sebaik mungkin.
Disebutkan dari berbagai literatur bahwa Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku sewaktu masih remaja meneruskan pelajaran agama Islam ke tanah seberang yaitu negeri Pasai. Keduanya menambah pengetahuan kepada Syekh Awwalul Islam atau ayah kandung dari Sunan Giri, juga belajar kepada para ulama besar yang banyak menetap di Negeri Pasai. Seperti ulama tasawuf yang berasal dari bagdad, Mesin, Arab dan Parsi atau Iran.
Sesudah belajar di negeri Pasai Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku pulang ke jawa. Raden paku kembali ke Gresik, mendirikan pesantren di Giri sehingga terkenal sebagai Sunan Giri.
Raden Makdum Ibrahim diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah di daerah Lasem, Rembang, Tuban dan daerah Sempadan Surabaya.
2.       Bijak dalam Berdakwah
Dalam berdakwah Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan dibagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak timbulah suara yang merdu di telinga penduduk setempat.
Lebih-lebih bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu, beliau adalah seorang wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi, sehingga apabila beliau bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi pendengarnya.
Setiap Raden Makdum Ibrahim membunyikan Bonang pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarnya. Dan tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus melagukan tembang-tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim. Begitulah siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran. Setelah rakyat berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran agama Islam kepada mereka.
Tembang-tembang yang  diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam. Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan.
Murid-murid Raden Makdum Ibrahim ini sangat banyak, baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara, Surabaya maupun Madura. Karena beliau sering mempergunakan Bonang dalam berdakwah maka masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang.
3.       Karya Satra
Beliau juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk. Hingga sekarang karya sastra Sunan Bonang itu dianggap sebagai karya sastra yang sangat hebat, penuh keindahan dan makna kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang disimpan rapi di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.
Suluk berasal dari bahasa Arab “Salakattariiqa” artinya menempuh jalan (tasawuf) atau tarikat. Ilmunya sering disebut Ilmu Suluk. Ajaran yang biasanya disampaikan dengan sekar atau tembang disebut Suluk, sedangkan bila diungkapkan secara biasa dalam bentuk prosa disebut wirid.
4.       Kuburnya ada dua
Sunan Bonang sering berdakwah keliling hingga usia lanjut. Beliau meninggal dunia pada saat berdakwah di Pulau Bawean.
Berita segera disebarkan ke seluruh tanah jawa. Para murid berdatangan dari segala penjuru untuk berduka cita dan memberikan penghormatan yang terakhir.
Murid-murid yang berada di Pulau Bawean hendak memakamkan beliau di Pulau Bawean. Tetapi murid yang berasal dari Madura dan Surabaya menginginkan jenasah beliau dimakamkan di dekat ayahnya yaitu Sunan Ampel di Surabaya. Dalam hal memberikan kain kafan pembungkus jenasah mereka pun tak mau kalah. Jenasah yang sudah dibungkus dengan kain kafan milik orang bawean masih ditambah lagi dengan kain kafan dari Surabaya.
Pada malam harinya, orang-orang Madura dan Surabaya menggunakan ilmu sirep untuk membikin ngantuk orang-orang Bawean dan Tuban. Lalu mengangkut jenasah Sunan Bonang kedalam kapal dan hendak dibawa ke Surabaya. Karena tindakannya tergesa-gesa kain kafan jenasah tertinggal satu.
Kapal layar segera bergerak ke arah Surabaya, tetapi ketika berada diperairan Tuban tiba-tiba kapal yang dipergunakan tidak bisa bergerak akhirnya jenasah Sunan Bonang dimakamkan di Tuban yaitu sebelah barat Mesjid Jami’ Tuban.
Sementara kain kafannya yang ditinggal di Bawean ternyata juga ada jenasahnya. Orang-orang Bawean pun menguburkannya dengan penuh khidmat.
Dengan demikian ada dua jenasah Sunan Bonang, inilah karomah atau kelebihan yang diberikan Allah kepada beliau. Dengan demikian tak ada permusuhan diantara murid-muridnya.
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M. Makam yang dianggap asli adalah yang berada dikota Tuban sehingga sampai sekarang makam itu banyak yang diziarahi orang darisegala penjuru tanah air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar